Rumah Batik Fractal-LPS dengan bangga ikut menggelar unjuk karya dalam Peragaan Busana Front Row, Paris, Prancis. Dalam acara yang diadakan pada 6 September 2025, Pk. 14.00-15.00 waktu Paris ini, Rumah Batik Fractal-LPS yang menaungi 30 UMKM batik dan ecoprint Sukabumi dan Cianjur memamerkan sepuluh tampilan (looks).
Kesepuluh tampilan ini merupakan karya kolaborasi dari gabungan 17 UMKM fesyen dan 13 UMKM kriya batik. Mereka merupakan peserta Program Pendampingan dan Pengembangan Ekosistem Batik Tradisi Sukabumi-Cianjur melalui Transformasi Digital.
Program ini merupakan inisiasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bekerja sama dengan perusahaan sosial Batik Fractal. Rangkaian pelatihan di Sukabumi didanai oleh Program Sosial Kemasyarakatan LPS, “LPS Peduli, Bakti Bagi Negeri”, sedangkan peragaan busana di Paris ini diprakarsai oleh Batik Fractal sebagai perusahaan sosial. Sementara itu, Peragaan Busana Front Row yang sudah memasuki tahun keenam ini diinisiasi oleh Indonesian Fashion Chamber (IFC).
Karya Kolaborasi 30 UMKM
Pada tahun ini, tiap UMKM berkolaborasi dengan UMKM lain untuk menghasilkan satu koleksi kolektif yang padu. Jika UMKM fesyen menghadirkan padu padan busana, UMKM kriya batik menciptakan kreasi aksesori, seperti scarf dan bando. Dengan demikian, warna, tema, dan jenis busana serta produk pun telah dirancang sejak awal sehingga dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, UMKM dikelompokkan sejak awal sesuai kemampuan dan ciri khas masing-masing.
Pengelompokkan dan perancangan desain tampilan juga berangkat dari tren global Strive 2025/2026 yang dipadukan dengan pertimbangan potensi dan karakter peserta. Empat tren dan subtren yang menjadi rujukan dalam perancangan desain karya kolaborasi Rumah Batik Fractal-LPS adalah: Indie Rebellion, Quiet Artistry, Neo Nostalgic, dan Artisanal Elegance. Dengan memahami tren ini, UMKM diarahkan untuk menciptakan karya yang relevan dengan kebutuhan pasar, sehingga lebih kompetitif di industri fesyen.
Menampilkan DNA Fesyen Indonesia
Di panggung Front Row, koleksi Rumah Batik Fractal–LPS tampil bersama enam desainer lain, yaitu Deden Siswanto, AM by Anggiasari Mawardi, FFF by Ferry Febby Fabry, Putri Anjani by Indina, Roemah Kebaya Vielga, dan NY by Novita Yunus. Meski telah banyak pagelaran fesyen yang dapat diikuti desainer Indonesia di mancanegara, tapi Advisory Board dan Project Director IFC, Ali Charisma, yang juga adalah penyelenggara Front Row, menegaskan pentingnya tetap mengadakan peragaan busana sendiri di luar negeri.
“Busana yang dikurasi oleh kurator luar seringkali harus di-westernisasi. Wastra Indonesia sering dianggap terlalu berat. Ada modest fashion yang akhirnya harus tampil tanpa hijab. Itu bukan lagi jadi true fashion of Indonesia,” ucap Ali, bera. Menurut Ali yang sudah menggelar lima kali Front Row, memperlihatkan ciri khas asli fesyen Indonesia juga penting untuk melindungi pasar dalam negeri.
Selain peragaan busana, busana-busana yang dibawa ke Front Row juga akan dipotret di ruang-ruang publik di Paris untuk memperluas paparan kepada masyarakat umum. Aneka busana yang dipamerkan ini, masih menurut Ali, sudah dikurasi sesuai tren. “Yang penting simple, clean, kualitas bagus. Tidak terlalu banyak siluet. Karena arahnya ke keberlanjutan. Awet desain dan produk,” ungkap Ali, sesuai tema Front Row tahun ini, Wastra Beyond Borders. Selain oversize, busana yang bersifat androgynous, yaitu produk yang dapat dikenakan baik perempuan maupun pria kini menjadi tren.
Duta Besar Indonesia untuk Prancis, Monako, Andorra, serta UNESCO, H.E. Mohammad Oemar, dalam sambutannya menyampaikan kebanggaan atas kiprah para desainer muda Indonesia. “Paris adalah pusat mode dunia, dan kehadiran desainer Indonesia hari ini membuktikan bahwa karya anak bangsa mampu bersaing di panggung internasional. Fashion bukan sekadar gaya, tetapi juga identitas dan dialog antarbangsa,” ujar Dubes Oemar dalam rilis resmi KBRI di Paris, Prancis dalam rilis resmi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Rumah Batik Fractal-LPS sendiri merupakan pusat pengembangan batik berbasis teknologi digital pertama di Indonesia yang merupakan perwujudan program LPS dalam pemberdayaan ekonomi, khususnya bagi UMKM batik Sukabumi-Cianjur. Selain sebagai tempat pelatihan, Rumah Batik ini menjadi etalase unjuk karya bagi UMKM Sukabumi Cianjur, juga diharapkan menjadi pusat berkegiatan bagi pegiat industri kreatif.
